Tuesday 6 June 2023

Keyakinan

Sejak mengetahui informasi bahwa Abang akan KKN di ujung semester 4 ini, kami pun mulai mempersiapkan hati. Bersiap untuk tidak berjumpa dengan si sulung minimal 6 minggu. Kesibukan mas-mas kuliah yang kulihat makin hari makin padat itu pastinya akan menjeda jarak kami. 

Ah tak mengapa. Memang sudah saatnya. Dia sedang memperjuangkan masa depannya. 

Eh tapi kenapa ya rindu ini terasa tumbuh lebih cepat? 

Ma, baru bulan kemarin kita jumpa. Ujarnya seraya tertawa ketika kutanya pulang tidaknya week end ini.

Hihihi maafkan mamamu, ya Nak. Lebay memang. Tapi serius, saat mengingat kalian, air mata mama bisa tiba-tiba menetes.

Lalu kujalani setiap detik dengan penuh semangat. Seraya terus menjaga keyakinan dalam hati bahwa Allah akan memudahkan terkabulnya setiap harap kita. 

Hingga kemarin lusa, malam hari saat ia video call. 

"Ma, insyaAllah MMD diundur. Kalau benar Thariq bisa pulang."

Ya Allah, Allahu Akbar. Alhamdulillah... Terkabul doa mama, Bang. Allah Memang sebaik-baik tempat kita mengadukan perasaan.

"Makasih ya Nak."


Wednesday 8 February 2023

Beginikah Rasanya Cinta Sepanjang Jalan Itu?

Saat aku kecil, pepatah 'kasih Ibu sepanjang jalan' seringkali digaungkan oleh guru-guru. Bahwa Ibu sangat mencintai anak-anaknya, sepanjang hidup mereka. Bahwa kasih sayang Ibu tak terukur oleh apa pun, tak mengharap balasan sedikit pun.

Aku, tak pernah membayangkan bahwa suatu waktu aku akan berada di titik ini: menjadi seorang Ibu.MasyaAllah, Allahu Akbar!

Aku kadang tak yakin, apakah aku sebaik gambaran tentang seorang Ibu yang dulu sering kudengar. Apakah aku telah menjalani peran dan tugasku dengan benar? Apakah aku yang terbaik bagi mereka? Aku tak tau dan tak mau bertanya pada anak-anakku. Aku takut mereka terbebani dengan pertanyaanku.

Tapi yang jelas, aku memiliki rasa sayang untuk mereka yang memang sulit untuk digambarkan.

Rasa sayang yang aku tak yakin, apakah benar sepanjang jalan seperti pepatah itu, karena aku tak mampu melukiskannya.

Aku hanya tahu, setiap membayangkan mereka hatiku menghangat. Hanya dengan memandang wajah mereka, ingatanku akan masa kecil mereka terpampang di depan mata lalu membuat senyumku mengembang dan mataku memanas. Dan setiap kuangkat tanganku untuk berdoa pada Tuhan yang telah mengamanahkan mereka pada kami, air mataku jatuh. Segala jenis kekhawatiran merebak di hatiku, menyebar ke otakku dan membuat doaku menderas. 

Kupintakan dengan detail semua kebaikan bagi mereka untuk melawan ketakutanku.Dan aku berharap, aku memiliki keistimewaan sebagaimana Ibunda orang-orang Sholih yang doa-doanya terkabul.

Lalu, apakah benar, ini cinta sepanjang jalan seperti kata pepatah? Mungkin hanya Allah saja yang tahu jawabannya. Karena aku yang dhoif ini pun tak tahu.--

 


 

Sunday 9 August 2020

Sayur Pedes Jantung Pisang

Pedes di rumah kami adalah kata yang sebisa mungkin dihindari. Aku yang paling suka pedes aja cuma berani cabe 2 kalau buat sambal dadak. Jadi, kalau aku bilang sayur pedes, kata beberapa kawan itu artinya sayur ga pedes πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚. Yaah, begitulah adanya. Thariq bilang, apa enaknya makan pedes. Ngga bisa merasakan nikmatnya. Hmm, padahal bagi penggemar pedas, tanpa cabe rasanya seperti tidak makan ya.

 

Ok, kembali ke topik. Beberapa waktu lalu saat mengunjungi Ibu mertua di Ngunut, Thariq sempat mengambil jantung pisang. Tentu saja atas perintah emaknya ini hehe. Mumpung ada Mbak Ti, tetangga depan rumah Ibu yang jualan pecel punten, aku pun bertanya resep. 

"Sing pedes, Dik. Enak tenan mengko," ujar Mbak Ti membuatku pengen segera masak sayur pedes jantung pisang.

Keesokannya aku pun mengeksekusinya. Kurebus tuna sirip kuning yang duduk berhari-hari di freezer lalu patah-patahkan agak kecil agar meresap. Begitu pun jantung pisang, kurebus sampai empuk.

Setelah semua bahan siap segera kumasak sesuai instruksi Mbak Ti. Bener, ternyata memang sedap. Dan ketika kufikir Thariq tidak mau karena warnanya yang merah membara, ternyata aku salah.

"Ma... sayur mama yang merah itu sedaplah!"

"Alhamdulillah. Yang mana?" Tak percaya.

"Yang ikan itu, lho. Itu mama masak dengan presure cooker ya?" 

"Ngga i."

"Kok bisa lunak duri-durinya?"

"Duri? Mana?" Bingung. Perasaan mamanya masak tuna yang udah dibuang durinya.

Thariq ke dapur, menunjukkan sayur jantung pisang, mengaduknya dan menunjukkan sesuatu mirip duri, "Ini duri kan?"

Spontan meledaklah tawa sang Emak. 

"Haduduh Abang... ini jantung pisang yang Abang ambil waktu itu, lah." Tertawa membahana.

Oh, ternyata jantung pisang itu rasanya kayak ikan yaa πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Baiklah, berikut resep sayur ikan ala-ala a ka jantung pisang kepok hihihi.

Bahan:

1 buah jantung pisang, bersihkan dan sisakan bagian putih, rebus sampai lunak, tiriskan, potong-potong.

400 gram tuna sirip kuning tanpa duri, rebus, tiriskan, patah-patahkan, sisihkan.

5 lembar daun salam

5 iris lengkuas

Bumbu halus:

10 butir bawang merah

5 butir bawang putih

10 biji cabe merah, buang bijinya sebagian

Cara membuat:

1. Tumis bumbu halus bersama daun salam dan lengkuas sampai harum.

2. Masukkan jantung pisang dan ikan, aduk sebentar lalu tambahkan air.

3. Setelah mendidih dan air berkurang, tambahkan santan segar dengan kekentalan sedang.

4. Biarkan mendidih lalu masukkan potongan daun bawang.

5. Angkat dan taburi bawang goreng.

Selamat mencoba 😍



Monday 20 July 2020

Bumbu Batagor Abang-Abang Tepi Jalan

Hingga dua minggu ke depan, insyaAllah Ayah kembali WFH. Datang dari Bandung, seperti biasa ayah tak pernah absen membawa oleh-oleh. Awal-awal dulu selalu membeli molen Kartikasari. Setelah anggota keluarganya bosan, Ayah pindah membelikan molen dan banana crispynya Primarasa. Dua jenis kudapan ini agak lama bertahan hingga akhirnya pun bosan. Selanjutnya bagelen Kartikasari dan sale pisangnya yang kemudian istilahnya diganti oleh Zaki menjadi diskon. Kok diskon? Iyaa... sale is diskon kan? πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Kemarin untuk ketiga kalinya ayah datang membawa Batagor Riri.



"Ayah bawa 3 kotak. Kayaknya anak-anak suka. InsyaAllah kalau ke Bandung lagi ayah bawakan sampai kalian bosan."

Ups! Aku terkikik. "Kayaknya ini akan lama bosannya, Yah."

Maka begitu sampai di rumah, saya segera dapat tugas menggoreng batagor untuk sarapan. Alhamdulillah.



Sayangnya, Thariq dan Farid tidak bisa makan bumbu kacangnya karena mereka rasa pedas. Maka ketika kemarin saya mengukus siomaynya Riri dan segala pelengkapnya, saya berinisiatif untuk membuat sendiri bumbu kacangnya.



Alhamdulillah dapat satu link di Utube. Saya pun menggoreng 500 gram kacang tanah. Ternyata yang harusnya digoreng adalah bawang merahnya dulu agar semua harum. Ya sudah tidak apa-apa, kan sudah terlanjur πŸ˜‹

Selanjutnya saya menggoreng bawang merah. Tadinya saya mengirisnya manual tapi lalu saya ingat bahwa food processor yang sudah ikut kami sejak enam tahun lalu bisa digunakan untuk mengiris bawang. Hasilnya not bad lah. Lumayan daripada menangisi bawang merah kupas πŸ˜‚πŸ˜‚



Setelah itu, saya menggoreng setidaknya 15 buah cabe merah besar. Resep aslinya sih cabe kriting dan rawit, tapi tujuan kita kan membuat bumbu batagor tidak pedas. Jadi ganti saja dengan cabe merah besar hehehe. Oh iya, dari 15 buah itu, saya menyisakan 5 buah cabe merah yang tidak saya buang bijinya. Yaa, biar anak-anak ini juga mengenal sedikit rasa pedas. Ingat, dunia tak melulu ramah, Nak! Kadang kita ketemu yang pedes juga!😬

Nah, cabe merah ini digoreng bersama 15 biji bawang putih dan 7 butir kemiri sangrai sampai semuanya layu dan harum serta tidak langu, kata orang Jawa.

Selanjutnya dengan pedenya saya memasukkan semua bahan ke dalam blender. Dengan hanya menambahkan sedikit air, saya menekan tombol on. Pertamanya sih tidak ada masalah. Setiap blendernya diam, tidak mau berputar karena lengketnya kacang, saya menambahkan air. Begitu seterusnya. Sayangnya bumbu-bumbu utuh yang letaknya paling atas kok belum juga kegiling, ya? Saya pun mengaduk-aduk dengan sendok, hihihi.

Tak lama, blender berhenti. Saya apa-apakan tetap berhenti. Hmm, baiklah. Kita serahkan tugas menggiling ini pada tetangga sebelah, yaitu food processor. Saya masukkan semua bahan, FP muter dengan kenceng. Eh, tapi kok masih ada kacang tanah yang utuh. Ya Allah...speechless sayaπŸ˜”

Tanpa menunggu lagi saya keluarkan cobek dan ulekannya.

"Kenapa, Ma?" Ayah heran melihat saya mengulek.

"Blenderku rusak."😣

"Ya nanti kita beli."

"Ayah nggak bisa benerin, kah?" tanya saya sambil terus mengulek.

Si Ayah mencoba menyalakan blender, lah... kok nyala, hahaha. Mungkin tadi dia juga speechless kayak saya. Dan mungkin dia lelah, minta rehat.

Setelah semua diulek sampai halus, saya menumisnya dengan sedikit minyak sampai air dalam kacang hilang. Tandanya kacang berubah warna dan keluar minyak. Setelah itu barulah kita tambahkan air banyak-banyak. Tambahkan asam jawa setengah sendok teh. Gula merah 1,5 butir dan gula garam sesuai selera.



Begitulah cerita serunya. Alhamdulillah semua lelah menguap setelah melihat anak-anak lahap makannya.

Berikut resep lengkapnya, yaa. Semoga bermanfaat. Anyway, biar blender tidak lelah ada baiknya memprosesnya sedikit demi sedikit. Jangan langsung borongan kayak saya wkwkwkw.

Bahan:

500 gram kacang tanah, goreng.
10 buah cabe merah besar, buang bijinya, goreng hingga layu
5 buah cabe merah besar, goreng hingga layu
7 buah kemiri sangrai, goreng hingga layu
15 siung bawang putih, goreng hingga layu
10 butir bawang merah, iris, goreng kering jangan sampai gosong
1,5 butir gula merah ukuran sedang
1/2 sdt pasta asam jawa, saya pake merk adabi
Gula garam secukupnya

Cara membuat:

1. Blender kacang goreng, bawang merah goreng, bawang putih, cabe merah besar dan kemiri sampai halus.

2. Jerang wajan di atas kompor, beri minyak sedikit. Masukkan kacang tanah dan bumbu yang sudah diblender. Aduk-aduk sampai berubah warna dan keluar minyak di pinggir-pinggirnya.

3. Siram dengan air agak banyak sampai adonan kacang encer, aduk-aduk sesekali.

4. Tambahkan irisan gula merah, pasta asam jawa dan gula garam secukupnya. Aduk-aduk sesekali, biarkan sampai mengental. Ini memerlukan waktu yang agak lama yaitu sekitar 40 sampai 60 menit. Oh iya, gunakan api kecil agar kacang tidak cepat mengendap dan gosong yaa.

5. Cicip rasa dan koreksi. Angkat dari api.

Selamat mencoba 😍😍😍

Wednesday 15 July 2020

Nasi Kerabu

Pagi dengan langit cerah. Kampus UTM masih sepi karena para students sedang bercuti. Biasanya yang lebih banyak tinggal saat liburan adalah international student seperti dari Irak, Yaman, Indonesia dan lainnya. Mahasiswa lokal tentu memilih balik kampung.

Kala mahasiswa tak seberapa banyak, jumlah kue yang kujual juga tak begitu banyak. Tapi kita tahu, Allah Mahapemurah, kan ya? Jualan harian yang sedikit itu Allah ganti dengan begitu melimpahnya pesanan. Dari Mak Jah, Kak Anie, Kak Ida, Kak Ina, Mak Long dan yang lainnya. Ah, rindunya. Mereka semua adalah guruku dalam berdagang. Kehangatan mereka menyambutku membuat semangat di hati ini tak pernah padam. Aku merasa memiliki saudara baru di negeri jiran. Alhamdulillah.

Hari itu, seusai mengantar kue ke Mak Jah dan Kak Ida di pagi harinya, aku kembali mengantarkan kue pesanan sekira pukul sembilan. Sekotak besar kue sus kupangku seraya menjalankan motor pinjaman Pak Taib, dosen UTM rekan penelitian Mas Satria. Motor berwarna merah itu tak pernah rewel sedikit pun. Setia menemani kami. Mengantarku ke kedai-kedai untuk meletakkan kue dagangan, juga mengantar Mas Satria ke makmal -laboratorium, Melayu.

Tapi tak seperti biasanya, pagi itu aku merasa motor Pak Taib berbeda. Knalpotnya sangat panas melebihi batas hingga membakar ujung bawah celana panjangku dan membuatnya sedikit berlubang. Tepat di depan lapangan seberang istal, motor itu mati mesinnya. Berhenti tiba-tiba tanpa memberi tanda. Aku yang sama sekali buta mesin motor merasa sedikit cemas. Apa yang harus kulakukan? Aku turun dari motor. Kuletakkan kotak kue yang penuh berisi barisan sus. Kupandangi jam, masih setengah jam menuju waktu yang kujanjikan ke Mak Jah. Aku memperhatikan sekeliling. Sepi. Sejauh mata memandang, tak seorang pun orang Indonesia yang tampak.

Tiba-tiba seseorang menepi tak jauh dari tempatku berhenti. Bertanya dalam bahasa Inggris, kujawab dan kuceritakan kronologisnya. Tanpa banyak bicara, lelaki sebaya suamiku yang katanya berasal dari Iran itu langsung mengambil alih motorku, Entah apa yang dibetulkan hingga tak lama motor itu sudah menyala lagi. Pesannya, jangan matikan mesin sampai aku tiba di parkir U8 lagi.

MasyaAllah Alhamdulillah. Hari itu, aku mendapat bantuan yang sangat kuperlukan dari seseorang yang bahkan tak kukenal namanya. Mungkin ini tanaman Ibu Bapakku yang senantiasa ringan tangan pada siapa pun. Mungkin ini doa-doa orangtua kami. Yang jelas, tumbuh azzam di hati kecilku untuk lebih banyak memberi seikhlas mungkin. Tak perlu berharap balas manusia karena Allah sebaik-baik pemberi imbalan. Allah Tahu saat tepat untuk mengembalikan kebaikan yang kita tanam. Ya, pada saat yang tepat. Entah langsung pada kita atau ditunda bagi anak cucu kita kelak. Jika tidak di dunia, niscaya akan kita panen di akhirat sana.

Mengenang semua itu, mataku memanas. Terlebih sembari mendengar alunan lagu-lagu musisi melayu yang hits saat kami di sana.

Allah, terima kasih tak terhingga untuk semua cerita, apapun itu, dalam hidupku. Semua indah untuk kukenang kembali. Alhamdulillah... Makasih yaa RobbanaπŸ’”πŸ’”πŸ’”

Masa-masa itu rasanya tak akan habis diceritakan. Ia lekat dalam ingatan seperti lekatnya rasa nasi kerabu Mak Izzudin. Beberapa waktu lalu, saat hati merindukan tanah kelahiran Farid dan Aisyah Rahimahullah itu, aku mencari resep nasi kerabu yang semirip mungkin dengan buatan Emak Izzudin. Dan inilah hasilnya.

 Siapa tahu ada yang penasaran. Berikut resep dan stepsnya yaa.

Nasi Biru:
Semangkuk kecil bunga telang, direbus dalam air mendidih dan saring. Air bunga telang digunakan untuk menanak nasi dalam rice cooker. Jika ingin harum tambahkan serai dalam air rebusannya.

Sementara kita memasak nasi, buatlah lauk pendampingnya.

1. Ikan tepung goreng: saya menggunakan ikan tengiri. Sepertinya gurame lebih gurih, ya. Silakan memakai jenis ikan kesukaan. Goreng dengan tepung andalan. Saya memakai tepung yang saya beli di Mbak Sri, tukang sayur andalan. Setelah ikan digoreng, sisihkan.

2. Kerabu:
Bahannya adalah kubis potong halus, daun kesum rajang, bunga kantan atau kecombrang iris tipis dan kecambah siangi. Semua diaduk hingga tercampur rata, sisihkan.

3. Solok Lada:
Bahan:

Cabe hijau ukuran besar yang lurus, buang biji dan isi dengan ikan tengiri berbumbu.

500 gram tengiri giling
6 sdm kelapa parut yang sudah disangrai
6 butir bawang merah, haluskan
3 siung bawang putih, haluskan
3 cm jahe, haluskan
1 sdt serbuk lada hitam
1.5 cangkir santan
garam gula sesuai selera

Semua bahan dicampur, cicip rasa lalu masukkan ke dalam cabe hijau, kukus.

4. Kelapa Ikan

500gram tengiri giling, kukus.
1/2 buah kelapa parut sangrai

Bumbu halus:
6 buah bawang merah
3 siung bawang putih
3 batang serai
gula garam

Campur semua bahan, sangrai kembali sampai semua bahan matang dan rasa sesuai harapan.

Penyajian:

Nasi
Solok lada
Kelapa ikan
Kerabu
Ikan Goreng
Telor Asin belah dua
Sambal jika suka

Di Malang, saya sedikit kesulitan mencari kecombrang. Saat praktek nasi kerabu, saya membawa kecombrang dari Bandung.

Selamat mencoba yaa... Semoga sukses.

Tuesday 14 July 2020

Fudgy Brownies

Di negeri ini sedang ngehits fudgy brownies. Kalau zaman dulu ada yang nyebut chewy brownies karena memang agak chewy yaaa. Saya sendiri mengenalnya sebagai brownies panggang πŸ˜ƒ. Nah, yang sekarang sedang banyak dijual secara online itu adalah brownies dengan topping rupa-rupa. Kata Mbak Nina, temen baikku, yang bikin enak itu sebenarnya toppingnya. Hihihi memang bener yaa... secara itu topping memang istimewa. Bahkan kalau dimakan sendiri pun bukan cemilan biasa πŸ˜‹ contohnya cadbury, silverqueen, kacang mede utuh, kit kat dan lain-lain. Harganya tau sendiri yaa.

Nah, sejak melihat tuh kue seliweran di story wa, aku memang tergerak untuk membuatkan tiga anak lelaki ini cemilah serupa. Dan niat itu langsung dieksekusi manakala Mbak Ayu, temen baikku lainnya, sharing resep fudgy brownies anti gagal di grup wa. Naahh pucuk dicinta ulam tiba -- anak-anak mileneal tahu peribahasa kayak begini, ngga sih? πŸ˜‚

Pagi-pagi saat anak-anak masih berkutat dengan kegiatan masing-masing dan ayahnya sedang di Bandung, saya sibuk menginventarisir bahan kue di dapur. Keberadaan mix bowl yang baru dibeli beberapa hari sebelumnya membuat niat ini makin kuat.
Sayangnya DCC habis. Butter tinggal sedikit. Dan topping sama sekali tidak ada. Segera menghubungi TBK online langganan untuk memesan barang. Alhamdulillah semua ada dan diantar dalam waktu tak seberapa lama.

Maka setelah nonton movie bareng Thariq, saya pun kembali ke dapur.

Berikut resepnya setelah disesuaikan yaa.

Bahan A:
150 gram DCC merk Tulip (sejak pindah ke Indonesia dan sempat jualan brownies kukus, saya memakai merk ini karena menurut saya rasanya mirip DCC di JB dulu)
50 gram unsalted butter, saya pake punya Anchor
40 ml minyak goreng, saya pake Sunco

Bahan B:
130 gram gula pasir yang diblender sendiri. Ayak, dan sisihkan gula yang tidak hancur. Jadi kalau ditimbang ulang kayaknya tidak sampai 130 gram, ya).
2 butr telor ukuran sedang cenderung besar (pecahkan dulu telor di wadah khusus supaya ketahuan jika ada telor yang busuk).

Bahan C:
100 gram terigu segitiga biru
35 gram cokelat bubuk merk tulip

Cara membuat:
1. Aduk bahan B sampai gula larut dengan menggunakan wisk. Setelah larut, angkat wisk dan ganti dengan solet. Hihihi apaan ya itu yang untuk mengurus adonan kue? Disarankan memakai yang berbahan silikon karena lebih mudah digunakan dibanding plastik. Boleh juga sih tetap memakai wisk, tapi banyak bagian yang mubazir yaa.

2. Masukkan bahan B ke dalam bahan A dan aduk rata dengan solet silikon. Aduk balik sedemikian rupa hingga semua bahan tercampur rata.

3. Masukkan bahan C dengan cara diayak. Aduk kembali sampai rata.



4. Tuang ke dalam loyang 20 x 20 yang sudah dioles margarin dan dialasi tepung roti.

5. Ratakan permukaan dan tata topping sesuai selera. Saya membaginya menjadi 25 kotak jadi horisontal 5 dan vertikal 5 bagian topping.

6. Panggang dalam oven Kirin api atas bawah sejak awal, di rak terbawah selama 30 menit dengan suhu 150 dercel. Tepat setelah bunyi cring, segera angkat dan biarkan di tempat terbuka.

7. Setelah agak dingin, angkat dari loyang dan potong-potong.

Selamat menikmati yaaa... Semoga sukses bakingnya 😍😍😍

Psstt, kata Farid, ini kue terenak. Jadi nanti dia minta mama buat yang banyak untuk dibagikan ke kawan-kawan saat dia ulang tahun, hihihi. Doakan mama, ya Nak 😘😘😘

Monday 13 July 2020

Kare Mbah Sul

Satu masakan legend yang tetap lekat di lidah saya dan belum ada tandingannya di mana-mana adalah kare Ibu. Anak-anak menyebutnya kare Mbah Sul.

Sewaktu saya kecil, setiap malam lebaran Ibu selalu menyajikan kare. Biasanya menu itu dipake untuk selamatan. Ayamnya pun istimewa, diambil dari kandang belakang rumah. Disembelih sendiri oleh Bapak. Tak hanya satu, menjelang lebaran banyak tetangga yang meminta tolong pada Bapak untuk menyembelihkan ayam mereka. Dan sebagaimana anak-anak pada umumnya, saya bersama adik-adik dan anak-anak lain begitu excited melihat ayam yang habis disembelih. Dilanjutkan melihat ayam dicabuti bulu-bulunya πŸ˜…

Waktu itu saya tak pernah berpikir, mengapa Bapak yang memiliki tugas khusus itu di kampung kami. Belakangan saya tahu, Bapak dipercaya karena dianggap orang alim. Kebetulan Bapak lulusan pondok dan staf Departemen Agama Kabupaten Malang, hehehe.

Sekarang, tak ada lagi pekerjaan memotong ayam. Meski Thariq pernah mendapat pelatihan saat bersekolah di sekolah agama UTM semasa kami di Malaysia dulu, tapi ilmu itu hanya sekali dipraktekkan yaitu saat diuji di depan Ustadz.

Sekarang jika kita ingin makan ayam kampung, mau yang jantan, betina atau dara, tinggal memesannya di Pak Sayur. Zaman memang sudah berubah, ya. Semakin banyak kemudahan 😍😍😍.

Bahkan di zaman sekarang ini, kare ayam Ibu bisa kunikmati setiap waktu hihihi. Ibu membantuku belajar membuat kari ayam sejak beliau tahu cucu-cucunya juga penggemar kari ayam beliau. Kuncinya satu: kencurnya agak banyak.

Maka, hari ini pun saya membuat kare ayam a la Mbah Sul. Berikut resepnya, yaa...


Bahan:
1 ekor ayam betina ukuran besar, dipotong-potong, cuci dan presto 15 menit, sisihkan.

Bumbu halus:

8 butir bawang merah
6 siung bawang putih
6 cabe merah buang biji
2 cm laos
satu jempol kencur
5 lembar daun jeruk
2 cm kunyit
1,5 sdt ketumbar bubuk
1/2 sdt merica

Bumbu lainnya:
salam
serai
3 cm laos dikeprek

Caranya:
1. Tumis bumbu halus, masukkan bumbu lainnya. Aduk-aduk sampai harum. Tambahkan gula dan garam secukupnya.

2. Masukkan ayam dan kaldu, aduk-aduk biarkan 10 menit. Tambahkan santan cair.

3. Masukkan santan kental, tunggu jangan sampai pecah.

4. Setelah mendidih, tambahkan potongan daun bawang dan gorengan bawang merah yang kita buat sendiri. Cicip rasa, sajikan.

Selamat mencoba yaaa...