Setahun di Malang, begitu banyak cerita. Soal adaptasi anak-anak, kuceritakan lain kali, ya. Kali ini, pengen cerita tentang ikan dan tambahan uang belanja.
Enam bulan ke belakang, aku tak lagi beli ikan di pasar seperti sebelumnya. Sejak mengenal agen ikan segar Malang, aku selalu membeli di Pak Mukhlis, begitu namanya.
Tak hanya murah. Ikan Pak Mukhlis segar, siap masak, dan beraneka ragam jenisnya. Saya pun tak perlu repot pagi-pagi ke pasar untuk mendapatkan ikan kesukaan. Cukup wa, lusa ikan akan diantar.
Dan untuk mendapatkan free ongkir, saya pun menawari tetangga untuk pesan ramai-ramai. Jika kami memesan lebih dari 10kg, maka tak akan dikenakan ongkos.
Singkat cerita, dengan ikan segar nan berlimpah itu, aku membuat banyak menu dari ikan untuk anak-anak. Hasilnya, anak-anak kini lebih familiar dengan gurame, bandeng, patin, belanak, lemadang, kakap dan lauro dibandingkan ayam dan daging merah.
Biasanya, saya membeli setia jenis ikan satu dua kilo saja. Tapi dengan subsidi dari Ayahnya anak-anak, kami bisa membeli ikan dalam jumlah banyak.
Awalnya, saya iseng cerita soal kesukaan anak-anak pada ikan belakangan ini. Juga tentang Pak Mukhlis. Saya juga menyampaikan bahwa Thariq, sekali makan bisa habis dua ekor gurame. Sedangkan sekilo gurame hanya berisi 2-3 ekor saja.
"Mama belilah yang banyak. Lima kilo, gitu," komentar Ayah.
"Mahal, lah, Yah," sahutku.
"Mama beli je, nanti Ayah ganti. Biar Abang makannya cukup," lanjut Ayah.
Mataku berbinar. Membayangan lima kilo gurame, berbagai menu langsung tersusun di otakku. Ahhh, senangnyaaa.
Dan kejadian seperti itu berulang terus. Ayah memanjakan anak-anak dengan limpahan ikan. Bandeng, kakap dan jenis ikan lainnya.
"Alhamdulillah. Senang lihat mereka lahap makan," bisiknya.
Saya tersenyum. Menikmati binar bangga di matanya, setelah berhasil membuat anak istrnya bahagia.
Allah, senantiasa mudahkan segala urusannya. Doaku dalam hati.
Friday, 17 February 2017
Soft Landing
"Kita ga akan pulang sekarang, Ma. Kita perlu waktu supaya bisa lakukan soft landing. Ayah mau Mama dan anak-anak nyaman saat pindahan nanti."
Itu petikan pembicaraan kami awal tahun 2015.
Rencananya, kami akan pulang tiga tahun kemudian. Setelah kontrak berikutnya. Tapi siapa sangka, begitu banyak kejadian mendadak yang akhirnya membawa kami ke Malang, satu tahun kemudian.
"Soft landingnya, gimana?" tanyaku menggodanya. Sore itu, awal 2017.
Ia tersenyum. "Allah sebaik-baik perencana. Kita tinggal menjalani alurnya."
Aku mendekat, kupeluk ia. "Tak pernah kita menyangka ini semua terjadi pada kita, ya, Ayah. Tapi beginilah kehidupan. Tak semua keinginan kita akan menjadi kenyataan. Sebab tak semua yang kita rencanakan adalah yang terbaik untuk kita. Allah Mahatahu, pasti tak akan membuat kita menderita. Kita hanya harus menurut, saja."
Kami bertatatapan, lalu tersenyum berdua. Mengeratkan genggaman, menikmati malam dingin, di halaman belakang rumah kami.
Kehidupan mengajarku banyak hal. Teramat banyak hingga jika ditulis, mungkin akan menjadi beribu lembar. Pelajaran itu pun, tak melulu berwarna cerah. Terkadang ia kelabu, bahkan hitam pekat. Yang kutahu dan kutandai dari setiap warna itu, jika suatu saat kujumpai langit cerah ceria, maka kami harus waspada, untuk menghadapi datangnya hujan. Sebaliknya, jika kami merasa malam teramat panjang, kami tak perlu risau. Sebab sebentar lagi, pagi akan datang.
Dan begitulah. Sekali lagi, desain Allah selalu paling bagus untuk hidup kami.
Itu petikan pembicaraan kami awal tahun 2015.
Rencananya, kami akan pulang tiga tahun kemudian. Setelah kontrak berikutnya. Tapi siapa sangka, begitu banyak kejadian mendadak yang akhirnya membawa kami ke Malang, satu tahun kemudian.
"Soft landingnya, gimana?" tanyaku menggodanya. Sore itu, awal 2017.
Ia tersenyum. "Allah sebaik-baik perencana. Kita tinggal menjalani alurnya."
Aku mendekat, kupeluk ia. "Tak pernah kita menyangka ini semua terjadi pada kita, ya, Ayah. Tapi beginilah kehidupan. Tak semua keinginan kita akan menjadi kenyataan. Sebab tak semua yang kita rencanakan adalah yang terbaik untuk kita. Allah Mahatahu, pasti tak akan membuat kita menderita. Kita hanya harus menurut, saja."
Kami bertatatapan, lalu tersenyum berdua. Mengeratkan genggaman, menikmati malam dingin, di halaman belakang rumah kami.
Kehidupan mengajarku banyak hal. Teramat banyak hingga jika ditulis, mungkin akan menjadi beribu lembar. Pelajaran itu pun, tak melulu berwarna cerah. Terkadang ia kelabu, bahkan hitam pekat. Yang kutahu dan kutandai dari setiap warna itu, jika suatu saat kujumpai langit cerah ceria, maka kami harus waspada, untuk menghadapi datangnya hujan. Sebaliknya, jika kami merasa malam teramat panjang, kami tak perlu risau. Sebab sebentar lagi, pagi akan datang.
Dan begitulah. Sekali lagi, desain Allah selalu paling bagus untuk hidup kami.
Subscribe to:
Posts (Atom)