Friday, 8 May 2015

Mendadak Desaru

Senin, 4 May 2015. Libur ganti Waisya.

Pagi yang sibuk. Seperti biasa, selalu banyak rencana di benakku. Karena beberapa hari sebelumnya kami sudah keluar melulu, hari itu aku berencana untuk masak agak banyak. Bikin kue pastel. Bikin pempek. Marut buah untuk Farid dan sebagainya.

Sementara the boys sibuk dengan aktivitasnya sendiri-sendiri, Mama pun sibuk di dapur. Berusaha melakukan semua rencana yang sudah disusun. Nasi sudah matang. Pempek sudah siap dicampur dengan ubi. Sayuran sudah direbus sebentar. Es buah belum tersentuh. Pastel apalagi.

Sehabis sarapan, tak seperti biasanya Ayah tak beranjak dari tempatnya. Tiba-tiba Ayah nyeletuk, "Nah, kalau hari ini ke Desaru sepertinya sudah ada hotel."


"Besok anak-anak sekolah, lah, Yah," tanggap Mama sambil terus mencuci piring.

"Besok pulang pagi-pagi, lah," Ayah sepertinya cukup ngebet.

Karena melihat wajah Ayah yang serius, akhirnya Mama pun nurut. "Boleh juga. Kalau begitu Ayah booking hotel, Mama lanjut masak. Anak-anak suruh mandi, Yah."

Singkat kata, semua sudah masuk wadah: pempek, nasi, air, sayuran, pepaya. Baju, termasuk seragam Zaki esok sudah masuk tas. *baru ingat kalau hari itu kami tak bawa passport, hehe. Untung ga kena masalah.* 

Mobil juga sudah siap: radiator sudah diisi air, sampah sudah dibuang.

Menjelang pukul satu, kami jalan. Sambil menyuapi Farid dengan salmon kecap sisa kemarin, kami mampir Petronas untuk memompa ban.

Alhamdulillah perjalanan lancar meskipun sempat deg-degan karena papasan sama mobil di depan yang nyalip di tempat yang seharusnya tak boleh menyalip.

Beberapa km menuju pintu tol, kami diingatkan oleh seorang lelaki tua dari mobil Inova. Sayangnya kami tak jelas maksudnya apa. Mama yang saat itu sedang menggendong Farid yang tertidur, meminta Ayah dan Thariq untuk memeriksa.

"Nggak ada apa-apa, kok!" sahut keduanya dari luar mobil.


"Yang teliti, dong. Ban?"

"Aman!"

Akhirnya kami jalan lagi. Masuk ke Bandar Penawar (belokan ke kiri setelah Petronas), Mama rasa ada yang tak betul. "Yah, coba cek ban. Kayaknya bocor, deh!"

Ayah pun keluar. Thariq juga.

"Iya! Ban belakang kiri!"


Mama berinisiatif untuk turun karena takut pelk kenapa-napa kalau kami nekat naik.

Mobil dipinggirkan. Melihat Mama dan the boys di luar, dua orang lelaki bersepeda motor menghampiri, menanyakan masalah kami lalu cekatan membantu. 


"Tukar tayar dulu, lah, Bang! Sayang, tayar baru nanti rosak."

Alhamdulillah, meski bersusah payah karena tuas sudah karatan, akhirnya ban serep pun terpasang. 

"Tunggu, ambik pengesahan dulu," teriak salah seorang dari mereka seraya mengambil gambar Mas dan temannya yang masih di dekat ban. 

Hahahaha, rupanya kami kena korban lelaki narsis, nih. Tapi nggak pa-pa, deh. Meski begitu orangnya baik, :-D

Setelah semua bersalaman *kecuali Mama, lah*, kami pun pamit. 

"Eh, macam bukan orang tempatan?" tanya lelaki yang mengambil gambar kami padaku. Mungkin mendengar cara bicaraku yang tak sama.

"Iya, dari Indonesia."

"Kereta sewa, ya?"

"Bukan, kereta kami. Sudah tujuh tahun kami di sini."

Dua orang itu manggut-manggut. Setelah kami mengucap terima kasih sekali lagi, kami pun pamit. Alhamdulillah, tak lama kemudian, kami menemukan tukang ban di jajaran toko. Dan karena ban itu sudah tipis, Ayah pun membeli ban seken RM 80 hehehe.

Hampir pukul 2.30 kami baru sampai hotel. Check in dan menuju kamar. Alhamdulillah.

No comments:

Post a Comment