Monday, 22 June 2015

Sambel Ibu

Jika saya pulang kampung, yang tak mau saya lewatkan setiap hari adalah sambal buatan Ibu. Bahkan, kalau saya balik ke JB, saya minta dioleh-olehi sambel ini pula. *oleh-oleh kok minta?

Sambel ini sederhana saja. Bahkan bagi penyuka pedas, mungkin sambal ini tak akan masuk dalam jenis sambal kesukaan. Bagaimana tidak? Rasa sambalnya cenderung asem manis daripada pedas hehehe.

Singkat kata, ini resepnya:

Segenggam cabe kecil hijau dan merah
10 butir bawang merah kecil
1 butir bawang putih
1 buah tomat besar atau 2 tomat ukuran sedang
1 buah bawang bombay
1 sdt garam
5 sdt gula (psst! memang sebanyak ini gulanya :-)

Caranya:
1. Goreng cabe, tomat dan bawang kecuali bawang bombay.
2. Ulek sampai agak halus (saya emang ga bisa ngulek sampai halus. Entah kenapa, hehehe)
3. Tumis bawang bombay, masukkan ulekan sambel, tambahkan garam dan gula. Aduk-aduk agar tidak gosong. Tunggu sampai masak.

Sudah gitu aja, :-)

Nasi Kuning Idaman

Anak-anak saya, terutama di bungsu, sukaaaa sekali nasi berbumbu. Jadi kalau saya sudah mati gaya ga tahu mau masak apa, biasanya saya akan memasak nasi kuning atau nasi briyani abal-abal atau sekadar nasi uduk. Dan sudah bisa ditebak, jika biasanya saya hanya masak tiga gelas kecil beras, untuk nasi kuning saya harus masak sekilo! Haha, banyak banget bedanya kan? Tapi jangan salah. Sekilo itu pun habis tak bersisa. Alhamdulillah.

Sejak pertama kali saya memasak nasi kuning, saya sudah terpikat dengan resep naskunnya Bu Fat di NCC. Kata saya, hasilnya enak banget.

Berikut modifikasi ukuran resepnya:
800 gram beras pulen (kalau di JB ini, beras pulen disebut beras wangi. Beberapa brands menyebut kode AAA di plastik pembungkusnya).
200 beras ketan putih (ya iyalah, masak ketan hitam? hehehe)
2 buah serai, ambil putihnya, keprek.
4 lembar daun salam
3 helai daun pandan, jika ada. Kalau tak ada juga ga begitu ngaruh, kok. Kebetulan saya punya tanaman pandan di halaman.
1 sdt munjung garam halus.
3 ruas kunyit, parut.
500 ml air
2rm santan kental (sekitar 200ml)

Caranya:
1. Cuci beras yang sudah dicampur, sisihkan.
2. Rebus air, santan, garam dan dedaunan sampai mendidih. Jika sudah mendidih, ambil sedikit airnya untuk memeras kunyit.
3. Masukkan beras, kecilkan api. Masak sampai air habis. Angkat.
4. Rebus air di kukusan. Jika sudah mendidih, kukus nasi kuning selama satu jam. Angkat.

Mudah bukan?
Nasi kuning ini dimakan begitu saja dengan ayam goreng. Kalau saya lagi rajin, biasanya saya membuat temannya yang sedikit lengkap. Seperti perkedel, kering kentang, ayam ungkep goreng, telur rawis, lalap timun dan sambal.

Selamat mencoba, :-)

Ayam Goreng Tulang Lunak

Minggu ini kami punya tiga ekor ayam dara hasil berburu di pasar tani. Hmm, rasanya punya sekarung harta karun. Maklum, mendapatkan ayam kampung dara di pasar tani bukannya mudah. Kita harus datang pada saat yang tepat. Tidak kepagian, juga tidak kesiangan.

Kalau kepagian, bisa-bisa kita harus menunggu kedatangan sang tukang ayam. Sebaliknya kalau kesiangan, alamat ga kebagian. Maklumlah, gerai ayam kampung ini sepertinya sudah sangat terkenal hingga mampu membuat orang-orang antri panjang.

Biasanya, jika kita sudah mendapatkan ayam incaran, kita masih harus menunggu untuk proses pemotongan. Dan ini juga bukan sebentar. Jadi kalau ditotal-total, hanya untuk mendapatkan ayam, kami harus rela ngantri minimal setengah jam. Nah, benar-benar perjuangan bukan?
Saya pernah sih, nekat beli ngga pake dipotong. Hasilnya, sampai rumah kebingungan mau motong dengan pisau yang mana. Akhirnya tuh ayam dimasak utuh wkwkwkw.

Setelah belajar dari pengalaman, akhirnya saya punya akal untuk pesan. Jadi hari itu, saya sengaja datang ke pasar tani agak siang dan memesan ayam untuk minggu berikutnya. Alhamdulillah, cara ini lebih efektif meski tak luput dari kesalahan. Seperti kali ini, saya pesan seekor ayam betina potong 12 dan tiga ekor ayam dara potong 4. Pas sampai rumah, ehhh rupanya si ayam betina hanya dipotong dua! Naseeebbb...

Ok, kembali ke judul. Setelah dua hari dua malam bingung mau memutuskan resep untuk ketiga ayam dara, akhirnya semalam saya berhasil bertempur di dapur. Start jam 10.30 (pulang tarawih masih beresin ini itu), si ayam saya masak pukul 00.30 dini hari. Wow!

Seperti biasa, saya memakai resep masakan Mbak Endang Just Try and Taste. Cara Mbak Endang menunjukkan step-step ketika masak, membuat saya tergiur. Dan selama ini, meniru resep beliau selalu membuahkan kepuasan di hati.

Nah, karena saya punya tiga ekor ayam dara, berikut modifikasi ukuran resepnya:

Bahan:
2 ekor ayam kampung dara. Punya saya dipotong empat. Eh, yang seekor lagi balik masuk freezer karena si panci ga muat :-D
1/2 sdt baking powder

Bumbu halus:
10 siung bawang merah (saya pakai bawang merah kecil alias shallot. Di JB ini, jika kita sebut bawang merah maka orang akan membayangkan bawang merah besar yang segede bawang bombay)
10 siung bawang putih
10 buah kemiri sangrai
2 sdm serbuk ketumbar (ketumbar sangrai saya haluskan dengan blender kering)
3 sdt garam
3 sdt gula pasir
3 ruas kunyit
2 ruas jahe

Rempah lain:
5 serai ambil putihnya geprek
10 lembar daun jeruk
10 lembar daun salam
2 bongkah lengkuas ukuran besar, geprek

Caranya:
1. Ayam yang sudah dicuci bersih dilumuri baking powder, remas-remas dan masukkan kulkas selama setengah jam. Jangan lupa tutup dengan plastik wrap atasnya biar ga menyebar baunya dan ayam tidak kering.
2. Sementara si ayam ngadem, kita siapkan bumbu halus dan rempah-rempah. Blender semua bumbu halus. Tumis bumbu halus dan rempah sampai harum, matikan api.
3. Setengah jam kemudian, siapkan panci presto. Alasi dengan tiga lembar daun pisang. Ambil rempah daun dan lengkuas dari tumisan bumbu dan masukkan ke dalam panci presto. Setelah itu, masukkan ayam yang sudah dingin ke dalam wajan tempat kita menumis. Aduk-aduk sampai semua ayam tertutup bumbu dengan sempurna.
4. Tata ayam di dalam panci sedemikian rupa. Tambahkan sekotak santan instan dan tambahkan air sampai ayam terendam. Aduk-aduk agar santan bercampur dengan air. Tutup panci presto, jerang di atas kompor. Besarkan api.
5. Masak sampai berdesis. Jika sudah stabil desisnya, kecilkan api. Lanjutkan memasak sampai satu jam kemudian.

Sebenarnya, kemarin rencananya saya memasak setengah jam saja dari desisan. Seperti yang dikatakan Mbak Endang. Malam itu jam sudah menunjukkan pukul 11.50. Farid sudah siap tidur dan saya pun sudah mengantuk. Saya pun menitipkan si panci ke suami yang seperti biasa masih berkutat dengan laptop dan papernya.

"Jangan lupa, Yah!" pesan saya. Untuk urusan ini memang harus diwanti-wanti karena saya tak mau perjuangan saya sia-sia dengan hasil gosong.

Lalu tidurlah saya dengan tenang. Nyenyak. Sampai jam setengah satu, saya terbangun dan teringat si ayam dara yang sedang berjuang untuk lunak di dapur sana.

"Yah, sudah diangkat ayamnya?"

Si Mas terkejut bukan kepalang, langsung meloncat menuju dapur. Tuh kan! Untung aja Allah bangunkan saya. Dan baru tahu, tadi pagi pas mau menggoreng, rupanya waktu satu jamlah yang memang tepat untuk masakan saya ini.

Hasilnya, air tepat berkurang persis seperti foto Mbak Endang. Dan ayam pun lembut sampai tulang-tulangnya. Hmmhh, tak terkatakan enaknya!

Pagi tadi kami makan ayam yang sangat sedap. Anak-anak makan hanya dengan nasi putih hangat sementara saya dan si Mas menambahkannya dengan sambal tomat.

Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah...

--resep asli bisa dilihat di blog Just Try and Taste yaaa. Tulis aja di Google, ayam goreng tulang lunak Just Try and Taste. Pasti langsung ngacai lihat foto-foto Mbak Endang yang cuantik-cuantik itu :-)

Selamat mencoba :-)