Sunday, 7 September 2014
Sus Vanila
Tahun 2007 adalah tahun pertama kami di sini. Saat itu, pelajar postgrade dari Indonesia mencapai ratusan orang jumlahnya. Salah satu keluarga yang kami kenal adalah Bu Lalu. Kami berasal dari kota yang sama. Beliaulah yang menguatkan niat saya untuk berjualan kue.
"Lumayan, kan, Bu. Bisa untuk jajan anak-anak," kata saya waktu itu.
"Eh, bukan hanya untuk jajan. Tapi bisa untuk bayar sekolah dan belanja bulanan!" tanggap beliau penuh semangat.
Saya tersenyum simpul. Membayangkan lembaran ringgit di dompet *matre amat hihi
Beberapa bulan kemudian, Bu Lalu mengabarkan bahwa beliau akan back for good. Sedih, tentu saja. Baru juga dekat, sudah harus berpisah. Tapi inilah dunia, tak ada yang abadi, bukan? Ketika kita siap berjumpa, kita juga harus siap berpisah.
Sore itu, saat saya berkunjung, Bu Lalu bertanya dengan nada serius. "Mbak Ary mau menggantikan saya jualan di Mak Jah?"
Saya terdiam. Mak Jah? Kafe besar di kampus ini? Apa saya sanggup? Saya baru belajar membuat kue beberapa bulan lalu.
"Kalau di Mak, insya Allah orderan ramai, Mbak. Hasilnya lumayan besar. Tapi ya itu, kita harus siap kapan pun Mak Jah perlu," tambah beliau.
"Ehm... tapi saya belum pernah membuat sus, Bu," akhirnya saya menanggapi.
"Ah, itu mudah. Yang penting Mbak Ary mau capek. Hasilnya insya Allah berbaloi," jelas Bu Lalu lagi. "Gini aja, Mbak Ary buat contoh kue sus dan bolu kukus, terus kita tunjukkan ke Mak. Gimana?"
Saya yang memang suka tantangan, segera mengangguk. Saya yakin bisa. Pede banget, ya? Mungkin ini salah satu kelebihan sekaligus kelemahan saya, :-)
Sore itu, saya hunting resep. Saya memakai resep lain, berbeda dengan yang dikasih Bu Lalu. Setelah jadi, segera saya bawa ke rumah beliau.
"Wah, enak ya, Fia...," puji Bu Lalu meminta persetujuan puteri sulungnya.
Saya tersenyum, tentu saja.
"Resepnya apa?"
Resepnya begini Bu.
Bahan:
100 gram margarin
1/2 sdt garam
250 ml air
direbus sampai mendidih lalu tambahkan 130 gram terigu dan diaduk hingga kalis. Angkat dari api dan tunggu sampai dingin. Baru ditambahkan 4 butir telur ukuran B (paling besar ukuran A) satu per satu. Setelah rata, panggang dalam oven 230 derajat selsius selama 30 menit atau sampai buih di atas kue menghilang. Setelah matang diangkat dan diangin-anginkan baru disimpan di wadah kedap udara.
"Beda ukuran, ya, Mbak? Tapi engga apa-apa. Pakai resep Mbak, biar nyaman. Vlanya?" tanya Bu Lalu lagi.
"Ehm, resep vla 250 air dan 1/4 sdt garam dididihkan, tambahkan SKM aduk rata. ambil sebagian SKM, campur dengan satu kuning telur aduk kembali. Masukkan 40 gram tepung jagung atau maizena (yang sudah dilarutkan dengan sebagian air). Aduk rata. Setelah meletup-letup, tambahkan 70 gram gula dan satu sendok makan margarine. Tunggu meletup-letup lagi beberapa lama, angkat dan dinginkan. Baru diisikan ke kulit sus."
"Patutlah sedap, ada telurnya. Kalau untuk jualan, engga usah pakai telur, Mbak Ary."
Keesokan harinya, saya membuat sus yang sama dengan vla tanpa kuning telur untuk ditunjukkan pada Mak Jah. Alhamdulillah, beliau senang dengan contoh saya. Sebagai uji coba, order pertama 175pcs dan lancar.
Maka begitulah. Sejak hari itu hingga saat ini, selain berjualan, orderan sus dari beliau juga tak pernah berhenti. Bahkan konsumen sudah sampai ke bandar (kota), KJRI dan kedai lainnya. Sus ini pernah dipesan untuk majelis perkahwinan dan buah tangan. Pernah dibawa ke KL dan Kelantan. Pesanan terbanyak oleh Mak Jah, sejumlah 1000 buah :-D
Alhamdulillah, :-)
Sesungguhnya, Allah Mahapemurah. Mahakuasa. Yang telah memberikan kemampuan pada lidah saya untuk merasai setiap kue sebelum dikirim ke konsumen, sehingga mereka puas. Juga atas kemudahan untuk mengingat setiap resep sehingga rasanya 'istiqomah'. Serta atas kekuatan tangan ini untuk mengaduk adonan.
Alhamdulillahi robbil 'alamiin...
Salam sus hangat dari Bu-De Ar :-)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment