Tuesday, 15 December 2015

Yogurt Cinta

Semalam, kami pesta yogurt. Bagaimana tidak disebut pesta, jika yogurt yang biasanya menjadi sajian istimewa itu bisa kami nikmati sesuka hati. Yogurt yang saya campur cincangan stroberi ini begitu lembut dan nikmat. Pas manisnya. Pas asemnya. Pas segernya. Hmm, tak terbayangkan, deh! Seriuuuss! Yogurt di kedai mah, lewaaattt...

Ya, semua berkat ilmu baru yang ditularkan oleh Mbak Dhini, sahabat cantik sholihah saya. Jadi cerita lengkapnya begini.


Hari itu, minggu lalu kalau tidak salah, Ibu-ibu istri dosen Indonesia yang bekerja di UTM ini, mengadakan latihan bareng membuat getuk. Benar, makanan berbahan dasar singkong itu sedang naik daun. Semua menyukai getuk buatan Mbak Artha. Singkat cerita, disepakatilah latbar getuk.

Sehari sebelumnya, Mbak Dhini menawarkan starter yogurt via WA. Membuat yogurt sendiri? Whuaaa, tidak pernah terbayang. Apalagi mengingat kami mau back for good. Kebayang rasa yogurt di minimarket dekat rumah yang terlalu cair, yang rasanya kurang pas. Dan yang paling mengerikan adalah bayangan harganya yang terasa muahal, hihihi. Maka, dengan bangga, saya pun menceritakan niatan ini pada Thariq.


"Wah, beneran, Ma? Mama buatlah yang banyak," tanggap Thariq. Saya pun mengulum senyum seraya membayangkan sewadah besar yogurt buatan sendiri.

Qodarullah, saat latbar, puteri cantik Mbak Dhini sakit. Akhirnya mendapat starter pun ditunda. Beberapa hari kemudian, saya mendapat kesempatan ke rumah beliau. Dan saya pun mendapatkan sewadah starter asli Jepang, yang bisa digunakan untuk membuat 2l yogurt. 

Antusias, saya pun bertanya banyak hal. 

Rupanya, starter itu adalah yogurt plain merk apa saja. Yang penting plain. Sayangnya, yogurt plain di Malaysia ini terlalu asam (begini kata Mbak Dhini. Saya sendiri belum pernah merasakannya, hihi. Biasa beli yang sudah ada rasa). 

Nah, dalam sebuah wadah yang bersih, dua sendok makan yogurt plain ini dicampur dengan 2l fresh milk dan 6 sendok makan gula pasir. Aduk sampai rata lalu tutup dengan tissue dapur. Letakkan di atas kulkas. 12 jam kemudian, yogurt dah siap disantap. 

"Ha? Sesederhana itukah, Mbak?" tanya saya.

"Iya, benar, Mbak Ar," jawab Mbak Dhini. "Kalau lihat di youtube memang susunya dihangatkan dulu. Tapi saya nggak begitu juga jadi. Yang penting susunya suhu ruang. Nanti kalau sudah jadi, ambil sebagian untuk dijadikan starter berikutnya."

"Masya Allah, mudahnya. Doakan saya berhasil, ya, Mbak," ujar saya sewaktu pamit. Sepanjang jalan, saya berniat untuk segera membuat yogurt ini dan menernaknya. Demikian Mbak Dhini memberi istilah. 

Kok menernak, sih?

"Iya, kalau punya yogurt atau kefir, itu serasa punya ternak. Selama kita rajin memeliharanya, maka kita akan terus punya. Ini bisa dijadikan lahan bisnis, nih Mbak Ar," suara Mbak Dhini terngiang di telinga dan membuat saya tersenyum sendiri. 

Dan benar saja, sewaktu saya mencoba membuatnya, memang sesimple itu. Alhamdulillah...

Jazakillah khayran katsira untuk Mbak Dhini... ilmunya barokah, insya Allah.

Inilah kenangan terindah dari Mbak untuk kami. Insya Allah jumpa lagi di Bandung, ya, Mbak <3 <3






Monday, 2 November 2015

Ayam Bakar Bumbu Padang

Tersenyum saya melihat sebuah iklan yang menyorot tentang cinta dan kebutuhan anak pada ayah mereka. Ah, soooo sweeeettt.

Ayah memang seringkali mencintai dalam diam. Kata adik lelaki saya, jika kita belum pulang ke rumah waktu kecil dulu, sebenarnya yang risau adalah Ayah. Ibu yang menelepon kita, tapi itu atas perintah Ayah. Dan benar saja. Waktu kemarin dia menginap di JB dua minggu, pas dia belum pulang-pulang *waktu itu ada event besar di Danga Bay*, Ayahnya Thariq pun sibuk.

"Ma, telepon Kholis."

"Nanti juga pulang, Yah. Dia kan sudah besar."

"Teleponlah, Ma. Jangan-jangan dia kehabisan bus. Biar nanti Ayah jemput."

Nah kaaaannn? Terbukti deh, ga pake lama, hehehe.

Begitulah. Dan jika mau diceritakan tentang kekhawatiran Bapak sewaktu saya gadis dulu, wah-wah, bisa jadi satu novel deh kayaknya. Hihihi...

Kembali ke Ayahnya anak-anak. Kadang, saya kesal kalau beliau sudah mulai menggoda anak-anak. Mengganggu Thariq, menggoda Zaki sampai Zaki marah-marah, mengangkat tinggi-tinggi Farid sampai teriak-teriak, menggelitik anak-anak yang sedang tidur, dan banyak lagi. Tapi sekarang saya sadar, mungkin Mas sedang mengukir kenangan untuk anak-anaknya. Mungkin, kenangan inilah yang akan mengikat kami kelak, saat mereka sudah dewasa.

Mungkin, suatu hari nanti, mereka akan melakukan hal yang sama pada cucu-cucu kami. Ahhh, jadi melow.

Bdw, tiga ekor ayam dara yang saya beli di pasar tani Ahad kemarin, sudah masak dan hampir habis. Semalam, sembari membuat kue sus untuk dijual, saya mengolahnya menjadi dua olahan. enam potong saya bumbu padang dan enam potong saya presto untuk nanti jadi ayam tulang lunak. Rencananya, semuanya akan saya bakar, ga digoreng seperti yang sudah-sudah.

Alhamdulillah, pohon kunyit makin lebat berdaun. Tiga lembar bisa dipakai untuk ayam bumbu padang.

Saya memakai resepnya Mba Endang di www.justtryandtaste.com untuk tulang lunak dan Sajian Sedap untuk ayam bakar bumbu padang.

Alhamdulillah semua suka.

Pagi tadi, saya tinggal menanak nasi dan membuat urap daun kol. Alhamdulillah :-)

Sunday, 1 November 2015

Sayur Asem Jakarta

Sejak memutuskan untuk bergabung mengaji bersama adik-adik pekerja kilang, hari Ahad selalu menjadi hari yang sibuk. Bahkan malam minggu pun dihabiskan dengan membereskan semua pekerjaan seperti setrika, nyapu ngepel, membereskan rumah dan sebagainya agar semua pekerjaan bisa selesai sebelum tamu agung itu datang.

Terlebih jika ada pesanan kue dari Mak Jah di Ahad pagi. Wuah, berlipat deh kesibukan :-)
Setelah sholat subuh langsung buat vla, masak nasi, buat lauk untuk hari itu, masak sayur, isi vla, membantu Zaki menyiapkan diri ke sekolah lalu mengantar Zaki sekaligus mengantar kue.

Nah, Ahad pagi juga waktunya saya harus ke pasar tani Sri Pulai. Sebab di sanalah tempat dijual ayam kampung dengan harga murah. Betul! Murah banget. Sebelum mengenal Kak Haeriyah, penjualnya, seekor ayam kampung di pasar awam saya dapatkan antara RM 35-40. Di pasar tani, harga segitu bisa dapat dua ekor ayam besar-besar! Belum lagi ayam daranya. Di pasar awam seekor 25 di Kak Haeriyah cuma RM 9,7. Whuahhh, gimana ngga memperjuangkan harus ke sana coba?

Belum lagi sayurannnya. Di pasar tani, ada seorang Pak Cik sepuh yang jualan sayuran kampung seperti kemangi, kecombrang, chili kampung dan sebagainya. Saya langganan di sana. Alasannya, masih karena harga. Jika di Kipmart kita bayar seringgit seikat, di Pak Cik cuma 50 sen saja, hehehe *kekep dompet

Buah? Di pasar tani ini, buahnya beraneka macam. Pisangnya lebih manis dibandingkan di pasar awam. Pisangnya pun berbagai jenis, dari pisang berangan, kepok, bahkan pisang raja pun ada. Jambunya juga crunchy dan juicy. Kalau lagi musim, cempedaknya murah.

Nah, yang ngangenin adalah kue cucurnya. Sedap. Satu pack cuma RM 5. Bikin sendiri ga mungkin, susah, hehehe.

Kembali ke pasal ayam kampung, jika dulu saya sampai mengantri hampir sejam untuk dapat sekresek ayam yang sudah dipotong sesuai selera (kadang malah kehabisan), belakangan saya memilih untuk memesan sehari sebelumnya. Alhamdulillah, nama saya mudah melekat di ingatan Kak Haeriyah dan suaminya. Jadi begitu kepala saya nongol, orangnya langsung nyebut, "Bang, Aryyyy!" hahahaha...

Ahad kemarin, saya punya waktu agak banyak karena ada cuti peristiwa akibat JDT, tim bola Johor Bahru, menang piala AFC. Hmmm, senangnyaaa. Saya bisa belanja dengan tenang :-D

Sepanjang jalan menuju pasar tani, saya memikirkan menu untuk adik-adik kilang itu. Alhamdulillah ketemu! Sayur asem, goreng asin, rempeyek udang dan sambel terasi. Kuenya, sus aja. Saya sengaja membuat agak banyak, agar ada sisa untuk snack adik-adik sholihah itu.

Pulang dari pasar langsung eksekusi. Bersihkan ayam dan cuci udang, masukkan freezer. Masak sayur, goreng terasi, bikin sambel, goreng udang, goreng asin. Bikin teh. Setelah sayur masak, dua orang dari Cempaka, Detty dan Lisda datang. Saya pun meminta izin melanjutkan pekerjaan. Tepat setelah semua selesai, tiga orang dari Taman Rinting datang. Dan ketika mengaji sudah dimulai, yang dari Cendana pun berdatangan. Alhamdulillah.

Siang itu, kami makan dengan nikmat. Alhamdulillah, semua tandas. Termasuk sus di wadahnya :-)

Berikut ini resep sayur asam:

2 liter air, didihkan di panci stainless steel
1 buah labu siam ukuran besar atau 2 buah ukuran sedang, potong kotak-kotak
15 lenjer kacang panjang, potong pendek
setengah bagian kubis, potong-potong
1 ikat daun melinjo, jika ada (kemarin saya lupa beli *nyengir* padahal udah diingat-ingat)

Bumbu haluskan:
2 buah cabe merah besar, buang biji
10 butir bawang merah kecil
3 siung bawang putih
4 buah kemiri sangrai
2 sdm terasi
1 sdt asam jawa adabi
100gram gula jawa, jika kurang manis tambahkan gula pasir
garam secukupnya

Caranya:
1. Masukkan beberapa lembar salam (jika ada salam merah, lebih harum) dan lengkuas ke dalam rebusan air mendidih
2. Masukkan kacang panjang dan labu lalu tambahkan kubis dan daun bawang, tambahkan gula merah, garam dan gula pasir
3. Di wajan lain, masak blenderan bumbu sampai harum, baru masukkan ke dalam panci
4. Cicip rasanya. Sayur asam harus pas asam, manis dan asinnya. Kalau kata saya mah, sayur yang enak itu yang cenderung manis asem :-)

Sambel terasi:
10 buah cabe rawit merah
1 buah cabe merah besar
2 buah bawang merah besar
1,5 tomat ukuran kecil, potong. Satu tomat dibagi empat.
2 butir bawang putih

Semua bahan digoreng sampai layu, blender, goreng kembali lalu tambahkan 3/4 sdt garam
dan 5 sdt gula. Goreng sampai harum.
Sebenarnya, sambel itu enaknya diulek. Tapi... waktunya ga cukuuuuppp, ahaha.

Terima kasih sudah mampir dan selamat mencoba yaaa...







Thursday, 15 October 2015

Risoles Diabetik

Catatan Selasa, 14 Oktober 2015

Siang yang terik. Sudah beberapa bulan ini, JB terasa panas. Ditambah jerebu yang terkadang pekat, membuat kami memilih untuk mengurung anak-anak di rumah. Seperti hari ini, saya memutuskan untuk belanja bahan makan siang sendiri. Saya tinggalkan Thariq dan Farid di rumah, sementara Zaki sekolah.

Cepat saja. Setelah mengambil dua papan tempe, sekotak sayur organik, satu pak ikan makarel segar dan dua buah pepaya california, saya pulang. Di perjalanan, Bob, putera kedua Mak Jah menelepon. Karena lampu lalu lintas sedang merah, saya pun mengangkatnya.

Ia memesan sus 30 pcs dan pie sayur. Hah? Pie sayur? Belum terbayang bentuknya. Maka saya katakan saja bahwa saya tak pernah membuatnya.

Beberapa menit kemudian, saat saya sudah sampai di halaman rumah, ia menelepon lagi. Kali ini, ia memesan risoles, 40 biji dengan syarat khusus.

"Jangan manis, ya, Kak. Dia orang tak makan manis. Jangan guna ayam. Carrot sama kentang dengan sayur lain, jer."

"Sayur lain apa, ya, Bang?" saya sedikit ngehang. Belum kebayang :-)

"Apa-apa saja lah, Kak. Kacang pies, ker?"

Tanpa berpikir lagi saya pun menyanggupinya. Setelah telepon ditutup barulah otak mulai berpikir. Hihi, telat, Jeng.

Proses berpikir terus berlanjut bahkan selama memasak makan siang. Hingga sesaat setelah selesai memasak, saya pun browsing, mencari pie sayur.

Alhamdulillah dapat dari web Sajian Sedap. Risoles sayur tak nak manis pun terbayang indah di mata*lebay

Singkat cerita, malam harinya saya ke Jusco lagi untuk membeli sayuran beku. Dan keesokannya, resep dalam bayangan itu pun saya eksekusi.

Nah, inilah resepnya, :-)

Bahan isi:
1 kg sayuran beku (wortel, jagung dan kacang kapri kupas), biarkan di suhu ruang sampai tak beku lagi, rebus sebentar sampai kacangnya lembut.
Seledri beberapa lembar

Bumbu:
tiga sendok minyak bunga matahari
3 minipak butter *merk anchor
1 buah bawang bombay ukuran besar cincang halus
1/2 sdm merica
1/4 sdm pala
400ml susu segar *saya memakai susu bubuk yang saya cairkan
2 sdt garam
5sdm terigu

Caranya:
1. Panaskan minyak dan butter sampai butter cair
2. Masukkan bawang bombay, masak sampai harum
3. Tambahkan gula, garam, merica dan pala, lanjutkan menumis sampai harum
4. Tambahkan terigu, aduk rata
5. Tambahkan susu, aduk sampai licin
6. Tambahkan sayuran beku dan seledri
7. Aduk sampai meletup-letup, angkat, dinginkan.

Masukkan ke dalam kulit risoles, gulung, celup ke putih telur dan gulingkan ke bread crumbs. Goreng sampai kecokelatan.

Kata Thariq, rasanya seperti biasa *nyengir
Kata salah satu staf Mak Jah, rasanya sedap.
Kata Mas Satriaku, rasanya sedaaaap. Lebih sedap dari risoles yang biasanya. Beliau sampai habis tujuh *nyengir lagi

Oh iya, resep kulit ada di blog ini juga yaaa. Tepatnya di resep Risoles Rogout Ayam. Selamat mencoba :-)



Monday, 12 October 2015

Ia Bermuka Masam

'Abasa

Ramadhan kemarin, bocah empat tahun itu ikut mendengarkan murottal Syeikh Mishary Rashid yang selalu disetel Mamanya di Ipad. Dan beberapa minggu berikutnya, tepat saat ia berulang tahun keempat, ia menunjukkan hafalannya. Di suatu siang, di mobil, setelah mengantar sang Abang.

Mama terkejut. 

"Masya Allah, Farid hafal 'Abasa, Nak?"

Farid, "Iya, Ma. Farid pandai mengaji."

Masya Allah, Mama terharu. Sekali lagi disuruhnya si anak memuroja'ah hafalannya dan ia berusaha membetulkan yang kurang betul.

Cara pengucapannya memang belum sempurna. Farid belum bisa menyebut R dengan jelas. Tapi insya Allah, yang dilafalkannya sudah benar. Runut. Sekaligus mengikuti cara Syeikh favorit anak-anak itu membaca. 

Sesampai di rumah, Mama merekamnya. 

Dan semalam, Mama memintanya untuk muroja'ah. Maka benarlah. Memberi ilmu pada anak-anak seperti menulis di batu, sedangkan memberi ilmu pada orang tua seperti menulis di air. Beda dengan Mama yang harus beberapa kali dibenarkan atas hafalan yang sudah dicapai di masa lalu, Farid tidak demikian. Ia lancar dan tidak mudah lupa. Allahu Akbar.

Terima kasih, Allah. Jagalah hafalanku dan hafalan anak-anakku, aamiin.


-------------------

Resep kali ini, adalah tentang sepaket pesanan adik-adik PPI. Mereka memesan lontong sayur lengkap, untuk memperingati Hari Raya Iedul Adha. Alhamdulillah, dengan budget yang mereka sediakan, Dear Cafe menyuguhkan lontong, sayur lodeh labu kubis tahu pong kacang panjang dan daging, kerupuk bunga, balado telor dan martabak telor. Alhamdulillah prosesnya lancar, tak menyulitkan.

Berikut resep sayur lodehnya:
Bumbu halus:
Bawang merah
Bawang putih
Cabe merah besar
Laos
Kemiri
Ebi sangrai yang sudah dihaluskan dengan blender


Caranya: 
Tumis bumbu sampai wangi, tambahkan daun jeruk dan daun salam, lanjutkan menumis sampai makin wangi.

Di panci terpisah sudah direbus berbagai sayur sampai setengah lunak.


Masukkan tumisan bumbu dalam panci sayur, aduk-aduk, tambahkan gula garam dan merica, biarkan meresap

Masukkan santan pekat sampai kuah lontongnya terlihat pekat oleh santan

Tambahkan potongan daun bawang dan bawang goreng, matikan api

Hmmm... jadi laper :-P


Kerajaan

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ عَبَّاسٍ الْجُشَمِىِّ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ  إِنَّ سُورَةً مِنَ الْقُرْآنِ ثَلاَثُونَ آيَةً شَفَعَتْ لِرَجُلٍ حَتَّى غُفِرَ لَهُ وَهِىَ سُورَةُ تَبَارَكَ الَّذِى بِيَدِهِ الْمُلْكُ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan pada kami Muhammad bin Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Qotadah, dari ‘Abbas Al Jusyamiydari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada suatu surat dari al qur’an yang terdiri dari tiga puluh ayat dan dapat memberi syafa’at bagi yang membacanya, sampai dia diampuni, yaitu: “Tabaarakalladzii biyadihil mulku… (surat Al Mulk)” (HR. Tirmidzi no. 2891, Abu Daud no. 1400, Ibnu Majah no. 3786, dan Ahmad 2/299).

Hampir pukul sebelas malam. Kulangkahkan kaki menuju kamar anak-anak dan kudapati keduanya sedang melafalkan Surah Al Mulk, yang sudah mereka hafal sejak awal tahun ini.

Masya Allah. Betapa haru hati ini. Allahku, jagalah mereka. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah, manusia yang paling Engkau cintai, berikanlah syafa'at kepada mereka dan muliakanlah mereka, aamiin.

Beberapa hari ini, Abang agak rewel karena Zaki selalu tidur di kamarnya. Ah, Nak. Andai kalian tahu, masa-masa kebersamaan ini akan kalian rindukan suatu hari, ketika kalian besar nanti, pasti kalian tak ingin berpisah satu sama lain. Pasti kalian akan selalu ingin bermain bersama-sama.

Selagi kecil, rajutlah kenangan indah untuk bekal kalian membesar nanti.

Hmm, mengingat anak-anak memang akan selalu menyisakan tarikan senyum di bibir kita. Semoga kita dikaruniai anak-anak sholih, yang kelak akan menjadi penyambung amal ketika kita sudah tak lagi ada di dunia ini, aamiin.

Hari ini, tak ada masakan istimewa. Tapi belakangan ada pesanan beberapa kali. Nah, kita upload resep lemper saja, ya.

Bahan:
1 kg beras ketan, cuci bersih, rendam sepuluh menit atau sampai bisa dipatahkan, tiriskan.
Didihkan:
500 ml air
Santan RM 2, beli di mas (sepertinya dari sebutir kelapa, sebab santannya kentaaal banget).
1 sdt agak munjung garam
8 lembar daun salam
Setelah mendidih, masukkan beras ketan dan kecilkan api. Sesekali aduk biar tidak berkerak. Setelah santan terserap habis, angkat dan matikan api #haha, ya iyalah. Ga efektif banget nih kalimat :-)
Isi:
1,5 dada ayam utuh (beli yang dagingnya doang), kukus, suwir halus, sisihkan
Bumbu haluskan:
8 butir bawang merah
5 siung bawang putih
5 butir kemiri sangrai
1,5 sdm ketumbar sangrai
gula garam dan asam secukupnya. Intinya, rasanya tuh cenderung manis asem. Tapi asinnya harus pas, ya. 
Caranya:
Tumis bumbu halus, tambahkan daun jeruk dan salam, masak sampai wangi
Masukkan ayam, aduk rata
Masukkan santan, aduk terus sampai santan habis dan isi kering. Eits, tapi jangan sampai gosong ya.
Sisihkan.

Sediakan daun yang cantik, bakar di atas api kecil sampai layu dan potong dengan ukuran sama, Di sini, seringgit daun cuma bisa dipakai untuk 10 biji lemper, hiks. Mahalnyaa... Di kampung mah, cukup metik ke kebun Ibu Tulung Agung atau Yang Mi di samping rumah Polowijen. 
Finishing:
Bungkus dua telapak tangan dengan plastik
Ambil segenggam ketan pipihkan
Ambil ayam suwir secukupnya. Kata saya, ayam ini ga boleh terlalu sedikit, ntar ngga berasa. Tapi juga ga boleh kebanyakan, ntar eneg. 
Lonjongkan dengan posisi isi ga boleh terlihat dari luar
Rapikan
Bungkus di daun seperti membungkus arem-arem *nah loh, susah ngejelasinnya :-)
Boleh disemat dengan lidi atau pakai stapler. Tapi untuk stapler harus hati-hati nih, jangan sampai jatuh ke ketan, ya. 
Jadi deh... selamat mencoba :-)

Friday, 9 October 2015

Rindu dan Semangkuk Asinan

Rindu

Hari ini, aku belajar arti rindu
Rindu seorang hamba pada kesholihan masa lalu, saat ia dekat dengan Sang Maha Perindu

Hari ini, aku belajar tentang arti cinta
Cinta yang terjalin karena Sang Mahacinta
Yang menyatukan hati dua muslimah yang sebelumnya tak pernah berjumpa,
hingga dekat begitu rupa

Maka Allahku,
Kumohon, jagalah kami agar senantiasa berada di jalanMu
Jagalah kami agar senantiasa mencintai dan dicintaiMu

Agar kami tak tersiksa oleh rindu,
seperti halnya ia, nun jauh di sana

Dan panggillah ia kembali ke jalanMu,
agar rindu yang buncah di hatinya,
menemui muara indah
bersamaMu,

Aamiin

_____________________________________________________

Hiks, jadi sedih. Whatapps-an sama seorang sahabat membuat kami berdua menangis malam ini. Yang sabar ya sahabat... doaku bersamamu.

Oh iya, beberapa hari lalu, saya mendapat amanah untuk membereskan sekresek mangga menjadi asinan. Wahh, tantangan nih hihihi.

Hari minggu, seorang teman dari Jakarta bersama kawan-kawannya berkenan mampir ke rumah. Dan esok lusanya, Bunda Pipiet pun berkenan menginap di rumah. Maka proyek mangga pun tertunda.

Alhamdulillah semalam, setelah diajak jalan-jalan sama Pak Satria dan anak-anaknya, saya kuatkan hati untuk mengurus si mangga. Sudah malu banget sama yang nganter kemari, hehehe.

Maka beginilah resepnya, :-)



Sekresek mangga, cuci bersih, kupas, potong-potong.

Rebus bersama 400ml air: 185 gram cabe merah besar (sisa pesanan lontong sayur masa itu haha) yang sudah dicuci dan diblender halus, 350 gram gula pasir, 1,25 sdm garam halus.

Rebus sampai beberapa lama agar bau cabe mentahnya ilang.

Angkat, diamkan beberapa saat.

Kucuri dua buah jeruk nipis ukuran besar (jeruknya dipukul-pukul dulu agar airnya buanyak)

Saring dam masukkan ke dalam wadah.

Masukkan irisan mangga.

Diamkan sampai suhu ruang dan masukkan ke kulkas.

Alhamdulillah, pagi tadi dah siap untuk dimakan. Kata Mbak Artha dan Bu Tuti asinannya enak. Masya Allah, Alhamdulillah. Padahal awalnya ga pede bikinnya, hihihi.

Selamat mencobaaa <3

Wednesday, 26 August 2015

Lontong Balap Tanpa Lentho

Bertahun-tahun tinggal di Jawa Timur, tak berhasil membuat saya mengenal si lontong balap. Makan pertama kali malah di Johor, di rumah guru kami hehehe *nutup muka

Berbekal ingatan petuah resep Sang Guru plus nyari info sana-sini di blog siapa saja, akhirnya dibuatlah lontong balap tanpa lentho (daripada harus mengenalkan apa itu lentho ke anak-anak yang belum tentu disukai, mending diskip aja hehe).

Berikut resepnya:

Bahan:
Lontong (beli di pasar awam yang segede lengan Thariq :-D ) dua buah saja. Potong-potong, sisihkan.
Tahu putih delapan kotak, goreng sedikit kering, potong-potong, sisihkan.
Tauge (beli seringgit dapat seplastik sedang), rebus sebentar dalam air mendidih, sisihkan.
Bawang goreng untuk taburan

Tulang kaki sapi (untuk mendapatkan kaldu yang sedap), rebus sebentar agar darah dan kotorannya hilang.

Bumbu halus:
10 butir bawang merah
5 butir bawang putih
dua ruas jahe
1sdm ketumbar sangrai
1/2 sdt merica bubuk

Caranya:
1. Rebus tulang kaki sapi (harusnya daging, tapi kami sedang diet daging hehe) lebih kurang selama satu jam dengan api kecil.
2. Tumis bumbu halus, tambahkan gula garam, masukkan ke dalam rebusan daging.
3. Tambahkan potongan daun bawang yang gemuk-gemuk (haha, istilah Jawanya godhong pre. Daun bawang ini berbeda dengan daun bawang a la Jawa yang kurus-kurus).

Petis:
Berhubung tidak ada petis madura yang sedap, akhirnya, setelah ingat ada kiriman petis rujak dari Ibu, dipakailah petis hitam ini.
Biar dapat citarasa yang pas, rebus setengah cangkir air dengan empat sendok petis hitam, sebutir gula merah imut asli Tulung Agung (boleh juga pakai gula merah biasa :-) Ini mah kebetulan dibawain gula merah kecil-kecil sama Ibu Tulung Agung), plus cabe rawit empat biji.

Cara penyajian:
Masukkan dua sendok sambal petis, tambahkan lontong, tahu, tauge, terakhir tuangkan kuah dan taburi bawang goreng.

Jangan lupa makannya pake kerupuk yaaa... Oh iya, pas makan kuahnya diaduk biar petisnya nyampur.


Selamat mencobaaa :-)


Saturday, 8 August 2015

Gado-gado Kehidupan

Setiap pulang kampung, salah satu makanan yang kami rindu adalah gado-gado buatan Ibu. Rasanya khas, istiqomah. Ga berubah sama sekali dari pertama kali saya makan sampai hari ini.

Ibu punya resep jitu, yang belum pernah berhasil saya tiru dengan tepat. Padahal resep Ibu sangat akurat ukurannya, tapi mengapa pas saya coba membuatnya, selalu terasa ada yang kurang?

"Kacangnya beda, Ma," jawab Thariq ketika saya minta pendapatnya. "Mungkin Mama harus bawa kacang dari Indonesia."

Hahaha, ada-ada saja. Eh, tapi bisa jadi benar juga. Sebab saya selalu menggunakan kacang kisar (kacang tanah yang sudah digoreng dan dihancurkan) sementara Ibu membeli kacang mentah, menyangrainya lalu memblendernya sendiri.

Lebaran kemarin, beberapa hari menjelang kembalinya kami ke tanah rantau, Ibu memasak gado-gado di rumah Tidar karena kami akan kedatangan tamu keluarga besar Bude. Sengaja Ibu menginap di rumah kami, meninggalkan Bapak sendirian di Polowijen. Kasihan juga, Bapak. Tapi, gimana lagi? Tetamu sudah mendapatkan kabar bahwa Ibu akan memasak gado-gado untuk mereka. *hoho, maafkan Ar Bu. Coba ga pake woro-woro, pasti Ibu ga capek, kan? :-D

Singkat cerita, kami mempersiapkan pernak-pernik gado-gado ini dari malam sebelum hari H. Ibu menyangrai kacang, aku mengupas dan memotong wortel, bawang merah, bawang putih dan beberapa bumbu. Biar besok tinggal masak.

Kata Ibu, saking ribetnya membuat gado-gado, kalau ada arisan, Ibu selalu mengerjakannya sehari semalam. Hiks, sedihnya ga ada yang bantu. Coba Ar dekat, ya, Bu.


Baiklah, ini resep gado-gado Ibu yang maknyus itu, :-)

1 kg kacang, disangrai, didinginkan, diblender dua kali. Dry meal dan blender basah dengan air agar hasilnya haluuuus. Sisihkan.

Bumbu, diblender dan ditumis sampai harum:
1/4 kg cabe merah, buang isi
1 ons bawang putih
3 kencur seukuran jempol orang dewasa

garam dan gula secukupnya

Caranya:
1. Tumis bumbu sampai wangi dan tanak (harus benar-benar tanak --lebih dari sekadar mateng--)
2. Di panci lain, masak kacang blender yang sudah dicampur air
3. Tambahkan bumbu, aduk rata
4.  Masukkan gula merah (250gram) dan gula putih (200gram), aduk rata
5. Tambahkan santan dari satu butir kelapa, aduk rata.
6. Tambahkan garam dan segenggam bawang goreng.
7. Angkat, siramkan ke bahan gado-gado

Apa saja bahannya?
1. Tempe tahu goreng yang kemudian dipotong kotak agak kecil
2. Wortel, kacang panjang dan kecambah yang direbus sebentar.
3. Telor rebus
4. Lontong
5. Kentang rebus
6. Daun salad atau sla yang ujung keriting.

Pelengkap:
Sambel tomat: rebus tomat, cabe dan satu siung bawang putih, ulek halus, tambahkan garam dan gula.

Kerupuk tahu atau emping jika suka.

Selamat mencobaaa <3


Monday, 22 June 2015

Sambel Ibu

Jika saya pulang kampung, yang tak mau saya lewatkan setiap hari adalah sambal buatan Ibu. Bahkan, kalau saya balik ke JB, saya minta dioleh-olehi sambel ini pula. *oleh-oleh kok minta?

Sambel ini sederhana saja. Bahkan bagi penyuka pedas, mungkin sambal ini tak akan masuk dalam jenis sambal kesukaan. Bagaimana tidak? Rasa sambalnya cenderung asem manis daripada pedas hehehe.

Singkat kata, ini resepnya:

Segenggam cabe kecil hijau dan merah
10 butir bawang merah kecil
1 butir bawang putih
1 buah tomat besar atau 2 tomat ukuran sedang
1 buah bawang bombay
1 sdt garam
5 sdt gula (psst! memang sebanyak ini gulanya :-)

Caranya:
1. Goreng cabe, tomat dan bawang kecuali bawang bombay.
2. Ulek sampai agak halus (saya emang ga bisa ngulek sampai halus. Entah kenapa, hehehe)
3. Tumis bawang bombay, masukkan ulekan sambel, tambahkan garam dan gula. Aduk-aduk agar tidak gosong. Tunggu sampai masak.

Sudah gitu aja, :-)

Nasi Kuning Idaman

Anak-anak saya, terutama di bungsu, sukaaaa sekali nasi berbumbu. Jadi kalau saya sudah mati gaya ga tahu mau masak apa, biasanya saya akan memasak nasi kuning atau nasi briyani abal-abal atau sekadar nasi uduk. Dan sudah bisa ditebak, jika biasanya saya hanya masak tiga gelas kecil beras, untuk nasi kuning saya harus masak sekilo! Haha, banyak banget bedanya kan? Tapi jangan salah. Sekilo itu pun habis tak bersisa. Alhamdulillah.

Sejak pertama kali saya memasak nasi kuning, saya sudah terpikat dengan resep naskunnya Bu Fat di NCC. Kata saya, hasilnya enak banget.

Berikut modifikasi ukuran resepnya:
800 gram beras pulen (kalau di JB ini, beras pulen disebut beras wangi. Beberapa brands menyebut kode AAA di plastik pembungkusnya).
200 beras ketan putih (ya iyalah, masak ketan hitam? hehehe)
2 buah serai, ambil putihnya, keprek.
4 lembar daun salam
3 helai daun pandan, jika ada. Kalau tak ada juga ga begitu ngaruh, kok. Kebetulan saya punya tanaman pandan di halaman.
1 sdt munjung garam halus.
3 ruas kunyit, parut.
500 ml air
2rm santan kental (sekitar 200ml)

Caranya:
1. Cuci beras yang sudah dicampur, sisihkan.
2. Rebus air, santan, garam dan dedaunan sampai mendidih. Jika sudah mendidih, ambil sedikit airnya untuk memeras kunyit.
3. Masukkan beras, kecilkan api. Masak sampai air habis. Angkat.
4. Rebus air di kukusan. Jika sudah mendidih, kukus nasi kuning selama satu jam. Angkat.

Mudah bukan?
Nasi kuning ini dimakan begitu saja dengan ayam goreng. Kalau saya lagi rajin, biasanya saya membuat temannya yang sedikit lengkap. Seperti perkedel, kering kentang, ayam ungkep goreng, telur rawis, lalap timun dan sambal.

Selamat mencoba, :-)

Ayam Goreng Tulang Lunak

Minggu ini kami punya tiga ekor ayam dara hasil berburu di pasar tani. Hmm, rasanya punya sekarung harta karun. Maklum, mendapatkan ayam kampung dara di pasar tani bukannya mudah. Kita harus datang pada saat yang tepat. Tidak kepagian, juga tidak kesiangan.

Kalau kepagian, bisa-bisa kita harus menunggu kedatangan sang tukang ayam. Sebaliknya kalau kesiangan, alamat ga kebagian. Maklumlah, gerai ayam kampung ini sepertinya sudah sangat terkenal hingga mampu membuat orang-orang antri panjang.

Biasanya, jika kita sudah mendapatkan ayam incaran, kita masih harus menunggu untuk proses pemotongan. Dan ini juga bukan sebentar. Jadi kalau ditotal-total, hanya untuk mendapatkan ayam, kami harus rela ngantri minimal setengah jam. Nah, benar-benar perjuangan bukan?
Saya pernah sih, nekat beli ngga pake dipotong. Hasilnya, sampai rumah kebingungan mau motong dengan pisau yang mana. Akhirnya tuh ayam dimasak utuh wkwkwkw.

Setelah belajar dari pengalaman, akhirnya saya punya akal untuk pesan. Jadi hari itu, saya sengaja datang ke pasar tani agak siang dan memesan ayam untuk minggu berikutnya. Alhamdulillah, cara ini lebih efektif meski tak luput dari kesalahan. Seperti kali ini, saya pesan seekor ayam betina potong 12 dan tiga ekor ayam dara potong 4. Pas sampai rumah, ehhh rupanya si ayam betina hanya dipotong dua! Naseeebbb...

Ok, kembali ke judul. Setelah dua hari dua malam bingung mau memutuskan resep untuk ketiga ayam dara, akhirnya semalam saya berhasil bertempur di dapur. Start jam 10.30 (pulang tarawih masih beresin ini itu), si ayam saya masak pukul 00.30 dini hari. Wow!

Seperti biasa, saya memakai resep masakan Mbak Endang Just Try and Taste. Cara Mbak Endang menunjukkan step-step ketika masak, membuat saya tergiur. Dan selama ini, meniru resep beliau selalu membuahkan kepuasan di hati.

Nah, karena saya punya tiga ekor ayam dara, berikut modifikasi ukuran resepnya:

Bahan:
2 ekor ayam kampung dara. Punya saya dipotong empat. Eh, yang seekor lagi balik masuk freezer karena si panci ga muat :-D
1/2 sdt baking powder

Bumbu halus:
10 siung bawang merah (saya pakai bawang merah kecil alias shallot. Di JB ini, jika kita sebut bawang merah maka orang akan membayangkan bawang merah besar yang segede bawang bombay)
10 siung bawang putih
10 buah kemiri sangrai
2 sdm serbuk ketumbar (ketumbar sangrai saya haluskan dengan blender kering)
3 sdt garam
3 sdt gula pasir
3 ruas kunyit
2 ruas jahe

Rempah lain:
5 serai ambil putihnya geprek
10 lembar daun jeruk
10 lembar daun salam
2 bongkah lengkuas ukuran besar, geprek

Caranya:
1. Ayam yang sudah dicuci bersih dilumuri baking powder, remas-remas dan masukkan kulkas selama setengah jam. Jangan lupa tutup dengan plastik wrap atasnya biar ga menyebar baunya dan ayam tidak kering.
2. Sementara si ayam ngadem, kita siapkan bumbu halus dan rempah-rempah. Blender semua bumbu halus. Tumis bumbu halus dan rempah sampai harum, matikan api.
3. Setengah jam kemudian, siapkan panci presto. Alasi dengan tiga lembar daun pisang. Ambil rempah daun dan lengkuas dari tumisan bumbu dan masukkan ke dalam panci presto. Setelah itu, masukkan ayam yang sudah dingin ke dalam wajan tempat kita menumis. Aduk-aduk sampai semua ayam tertutup bumbu dengan sempurna.
4. Tata ayam di dalam panci sedemikian rupa. Tambahkan sekotak santan instan dan tambahkan air sampai ayam terendam. Aduk-aduk agar santan bercampur dengan air. Tutup panci presto, jerang di atas kompor. Besarkan api.
5. Masak sampai berdesis. Jika sudah stabil desisnya, kecilkan api. Lanjutkan memasak sampai satu jam kemudian.

Sebenarnya, kemarin rencananya saya memasak setengah jam saja dari desisan. Seperti yang dikatakan Mbak Endang. Malam itu jam sudah menunjukkan pukul 11.50. Farid sudah siap tidur dan saya pun sudah mengantuk. Saya pun menitipkan si panci ke suami yang seperti biasa masih berkutat dengan laptop dan papernya.

"Jangan lupa, Yah!" pesan saya. Untuk urusan ini memang harus diwanti-wanti karena saya tak mau perjuangan saya sia-sia dengan hasil gosong.

Lalu tidurlah saya dengan tenang. Nyenyak. Sampai jam setengah satu, saya terbangun dan teringat si ayam dara yang sedang berjuang untuk lunak di dapur sana.

"Yah, sudah diangkat ayamnya?"

Si Mas terkejut bukan kepalang, langsung meloncat menuju dapur. Tuh kan! Untung aja Allah bangunkan saya. Dan baru tahu, tadi pagi pas mau menggoreng, rupanya waktu satu jamlah yang memang tepat untuk masakan saya ini.

Hasilnya, air tepat berkurang persis seperti foto Mbak Endang. Dan ayam pun lembut sampai tulang-tulangnya. Hmmhh, tak terkatakan enaknya!

Pagi tadi kami makan ayam yang sangat sedap. Anak-anak makan hanya dengan nasi putih hangat sementara saya dan si Mas menambahkannya dengan sambal tomat.

Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah...

--resep asli bisa dilihat di blog Just Try and Taste yaaa. Tulis aja di Google, ayam goreng tulang lunak Just Try and Taste. Pasti langsung ngacai lihat foto-foto Mbak Endang yang cuantik-cuantik itu :-)

Selamat mencoba :-)

Friday, 8 May 2015

Mendadak Desaru

Senin, 4 May 2015. Libur ganti Waisya.

Pagi yang sibuk. Seperti biasa, selalu banyak rencana di benakku. Karena beberapa hari sebelumnya kami sudah keluar melulu, hari itu aku berencana untuk masak agak banyak. Bikin kue pastel. Bikin pempek. Marut buah untuk Farid dan sebagainya.

Sementara the boys sibuk dengan aktivitasnya sendiri-sendiri, Mama pun sibuk di dapur. Berusaha melakukan semua rencana yang sudah disusun. Nasi sudah matang. Pempek sudah siap dicampur dengan ubi. Sayuran sudah direbus sebentar. Es buah belum tersentuh. Pastel apalagi.

Sehabis sarapan, tak seperti biasanya Ayah tak beranjak dari tempatnya. Tiba-tiba Ayah nyeletuk, "Nah, kalau hari ini ke Desaru sepertinya sudah ada hotel."


"Besok anak-anak sekolah, lah, Yah," tanggap Mama sambil terus mencuci piring.

"Besok pulang pagi-pagi, lah," Ayah sepertinya cukup ngebet.

Karena melihat wajah Ayah yang serius, akhirnya Mama pun nurut. "Boleh juga. Kalau begitu Ayah booking hotel, Mama lanjut masak. Anak-anak suruh mandi, Yah."

Singkat kata, semua sudah masuk wadah: pempek, nasi, air, sayuran, pepaya. Baju, termasuk seragam Zaki esok sudah masuk tas. *baru ingat kalau hari itu kami tak bawa passport, hehe. Untung ga kena masalah.* 

Mobil juga sudah siap: radiator sudah diisi air, sampah sudah dibuang.

Menjelang pukul satu, kami jalan. Sambil menyuapi Farid dengan salmon kecap sisa kemarin, kami mampir Petronas untuk memompa ban.

Alhamdulillah perjalanan lancar meskipun sempat deg-degan karena papasan sama mobil di depan yang nyalip di tempat yang seharusnya tak boleh menyalip.

Beberapa km menuju pintu tol, kami diingatkan oleh seorang lelaki tua dari mobil Inova. Sayangnya kami tak jelas maksudnya apa. Mama yang saat itu sedang menggendong Farid yang tertidur, meminta Ayah dan Thariq untuk memeriksa.

"Nggak ada apa-apa, kok!" sahut keduanya dari luar mobil.


"Yang teliti, dong. Ban?"

"Aman!"

Akhirnya kami jalan lagi. Masuk ke Bandar Penawar (belokan ke kiri setelah Petronas), Mama rasa ada yang tak betul. "Yah, coba cek ban. Kayaknya bocor, deh!"

Ayah pun keluar. Thariq juga.

"Iya! Ban belakang kiri!"


Mama berinisiatif untuk turun karena takut pelk kenapa-napa kalau kami nekat naik.

Mobil dipinggirkan. Melihat Mama dan the boys di luar, dua orang lelaki bersepeda motor menghampiri, menanyakan masalah kami lalu cekatan membantu. 


"Tukar tayar dulu, lah, Bang! Sayang, tayar baru nanti rosak."

Alhamdulillah, meski bersusah payah karena tuas sudah karatan, akhirnya ban serep pun terpasang. 

"Tunggu, ambik pengesahan dulu," teriak salah seorang dari mereka seraya mengambil gambar Mas dan temannya yang masih di dekat ban. 

Hahahaha, rupanya kami kena korban lelaki narsis, nih. Tapi nggak pa-pa, deh. Meski begitu orangnya baik, :-D

Setelah semua bersalaman *kecuali Mama, lah*, kami pun pamit. 

"Eh, macam bukan orang tempatan?" tanya lelaki yang mengambil gambar kami padaku. Mungkin mendengar cara bicaraku yang tak sama.

"Iya, dari Indonesia."

"Kereta sewa, ya?"

"Bukan, kereta kami. Sudah tujuh tahun kami di sini."

Dua orang itu manggut-manggut. Setelah kami mengucap terima kasih sekali lagi, kami pun pamit. Alhamdulillah, tak lama kemudian, kami menemukan tukang ban di jajaran toko. Dan karena ban itu sudah tipis, Ayah pun membeli ban seken RM 80 hehehe.

Hampir pukul 2.30 kami baru sampai hotel. Check in dan menuju kamar. Alhamdulillah.

Sunday, 1 March 2015

Sapi *tears*

Malam ini, Farid membuktikan bahwa ia adalah lelaki lembut hati. Masya Allah, Mama sampai terharu melihatnya.

Ceritanya, ia membawa celengan sapi *hadiah dari Tante Ida untuk sunatan Zaki* dan sebuah mainan di kedua tangannya. Sapi itu sudah dihibahkan Zaki ke Farid karena si bungsu memang mencintai hewan dengan sepenuh hatinya :-D

Karena sapinya cukup gendut sementara telapak tangan Farid sangat mungil, jatuhlah sapinya. Respon spontan Mama: "Nah, kaaannn... pecah, deh..."

Sedangkan respon spontan Farid, as always: "Oh sorry, Ma..."

Mama masih tercengang melihat sapi yang pecah berkeping-keping, pun sepertinya demikian dengan Farid. Tiba-tiba tangisnya pecah, menggema ke seluruh rumah hingga Abang datang.

Kami tertawa melihat tangisannya yang memilukan itu *maaf ya Farid...* sedangkan dia terus menangis terisak-isak. Bahkan hingga Abang selesai menyapu dan membuang pecahannya serta Ayah selesai mengepel lantai, Farid masih menangis. Sedihhh :-(

Dan tangisan yang hampir reda kembali pecah saat Abang menunjukkan pecahan terbesar seraya berkata, "Bye, Farid. Sapi rehat dulu, yaa..."

Ya Allah, jagalah fitrah anak-anak kami...
Jika mereka lembut hati sedari kecil, jangan biarkan kami merusak dan membuatnya menjadi keras...
Sebaliknya, bantulah kami untuk bisa menjaganya,

Aamiin...

Tuesday, 13 January 2015

Dulu dan Kini

Kemarin, kami berempat menjemput Abang di SMK Taman Mutiara Rini. Setelah melewati macet yang lumayan panjang, akhirnya kami berhasil juga merapat ke sekolah Thariq. Masih harus melalui macet yang agak panjang, mobil berjalan perlahan.

"Lihat! Banyak juga yang jalan kaki, ya, Yah!" teriak Mama sambil menunjuk belasan murid yang berjalan berjajar. 

"Iya lah! Rumah mereka dekat sini, saja," tanggap Thariq.

"Mama dulu jalan kaki dari SMU 8 ke rumah Mbah di Polowijen, lho! Demi semangkuk bakso dan sebuah es krim. Kalian, Thariq... Zaki, harus bersyukur karena Ayah sudah cukupkan uang saku kalian!" nasihat Mama berapi-api.

"SMU 8 tuh di mana, Ma?" tanya Thariq.

"Di depan Matos, tuh. Jauh, kan? Kalau Mama enggak jalan, Mama engga bisa makan bakso. Mama jalan kakinya seminggu sekali," lanjut Mama dengan nada bangga.

"Berapa lama jalannya?" masih Thariq yang tanya sedangkan semua senyap.

"Lamalah! Sejam gitu, deh!" sahut Mama sambil tersenyum. Membayangkan perjalanan panjang waktu itu. "Mama masuk ke Brawijaya, terus lewat Soekarno Hatta, Blimbing, kampung-kampung sampai akhirnya ke rumah Mbah." 

"Tapi kok lenganya yang besar, Ma? Kakinya tetap kecil?" celetukan Ayah membuyarkan semua kenangan syahdu. 

Tawa Ayah pun pecah, sambil melirik Mama yang senyum-senyum malu Ayah terus tertawa.

"Yaaa, habis selain jalan jauh dulu Mama juga ngauh becak! Nyetir becak itu ternyata lebih berpengaruh pada tubuh Mama, hahahaha!" *ga tahan juga tertawa

Hmm, sore yang indah. Semoga keluarga kecil ini, terus bahagia dan kelak dapat berkumpul di JannahNya, aamiin...